Senin, 19 Juli 2010
Menyambut Ramadhan Dengan Sukacita
Diperintahkan kepada orang-orang beriman untuk berpuasa dalam bulan Ramadhan, seperti halnya para pendahulu, agar bertaqwa. Pesan Quran tersebut sudah terbiasa didengar, khususnya ketika menjelang bulan Ramadhan. Setiap tahun sepanjang hidup kita lewati secara sadar. Manusia yang beriman diundang oleh Allah untuk menjalankan rukun islam ketiga itu. Diundang artinya Allah menempatkan dan menghormati manusia untuk disilakan …, layaknya tamu undangan, khususnya tamu yang istimewa. Artinya, kita diundang karena punya predikat beriman. Undangan itu juga telah diberikan kepada orang-orang beriman terdahulu. Selanjutnya, bila kita menyambut bulan ini dengan suka cita maka Allah pun ikut senang, bahkan kelak kita akan diberi predikat tambahan taqwa.
Bagaimana menyambut bulan ini dengan rasa sukacita?
Orang yang bersuka cita terpancar cara berpikir, bersikap dan bertingkah laku yang konsisten dan positif. Konsisten dan positif ditunjukkan dengan menjalani kehidupan yang simpel, sederhana, jelas, dan mudah. Seorang yang sedang sakit, ia perlu segera ke dokter. Bila dokter memutuskan sakit dan memberi resep, maka ia segera menebus dan meminum obat serta istirahat yang cukup, sesuai anjuran dokter, Sederhana bukan, gampang bukan. Sesederhana keputusan Michael Schumacher yang batal comeback di F1 karena masih merasa cidera leher (lihat tulisan sebelumnya di kompasiana).
Namun ada juga konsisten yang negatif, yakni ketika sakit, ia malah ke ’orang pinter-klenik’. Ini tidak menghargai sunatullah yang diamanahkan kepada orang-orang beriman dan berilmu yakni dokter. Ada juga orang-orang yang tidak konsisten. Ini adalah orang-orang yang sakit tetapi merasa tidak sakit. Kelompok ini bukanlah orang bersuka cita, tetapi perlu dikasihani. Ia sakit secara fisik, mental maupun sosial. Orang seperti ini senantiasa mengganggu, dan tidak layak dalam peran-peran publik.
Mengapa orang bersuka cita dalam berpuasa? Karena ada hadiah yang tiada ternilai harganya, yakni rahmat batiniah, ampunan dosa dan dibebaskan dari neraka. Hadiah itu punya dimensi jangka panjang, spiritual dan kekal. Hanya orang-orang yang beriman dan berilmu yang memahami hadiah ini, yakni orang yang hatinya terisi kebenaran hakiki dan pikirannya tawaduk terhadap kebenaran. Hadiah itu tidak sama dengan hidangan buka puasa, baju baru saat lebaran, atau angpau seperti yang diidam-idamkan anak kecil. Jenis-jenis hadiah terakhir mudah dinilai, berjangka pendek.
Allahumma innaka afuwun tuhibbul afwa fa fu anni .. artinya, Ya Allah, sesungguhnya Engkaulah Maha Pengampun, maka ampunilah aku ini.. Aamiin..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
infaq infaq
Posting Komentar